Sering saya mendengar celetukan maupun pernyataan bahwa ukuran kemerdekaan dilihat dari status sosial ekonomi seseorang. Secara subjek seseorang berkata bahwa ia belumlah merdeka karena  beratnya tekanan hidup bahkan untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari masih sering minjam dari orang lain.

Ada pula yang menyatakan bahwasanya belum merdeka karena sehari-hari masih menyewa rumah, ngontrak dan lain-lain.

Ada lagi seorang karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja di perusahaan Jepang berkomentar bahwasanya Indonesia dijajah Jepang sekitar 3.5 tahun tapi dirinya sudah dijajah 3 kali lebih lama dari penjajahan Jepang sebelum 17 Agustus 1945.

Lain lagi bagi orang yang terpinggirkan, kelompok marginal yang merasakan bahwa mereka masih belum merdeka, sebab setiap hari mereka masih berada dalam ketakutan. Ketakutan kehilangan tempat tinggal maupun kehilangan harta benda dan nyawa mereka. Tidak ada pengharapan, tidak ada tempat untuk berbagi dan bersambung rasa.

Sementara itu sebagian orang merasa sudah merdeka dengan apa yang mereka miliki. Memiliki apa yang dapat mereka gunakan untuk memiliki apa yang ingin dimiliki. Memiliki lagi dari apa yang sudah dimiliki tanpa ada rasa puas.

Merdeka adalah kesempatan untuk bertindak untuk meraih apa yang menarik di mata, menawan keinginan mata dan yang diinginkan hati entah itu ringan entah itu berat entah itu meringankan orang yang lain maupun memberatkan orang lain. Merdeka adalah tempat berekspressi apa saja selagi kita bisa lakukan yang dapat membuat hati senang. Itulah kemerdekaan.

Di ujung sana lain lagi rupanya, merdeka juga berarti kebebasan untuk mengasihani diri sendiri. Kamu bisa berbuat ini itu tapi kamu tinggal diam saja. Kamu memiliki panca indera yang lengkap tapi tidak kamu gunakan. Hanya berharap dari belas kasihan dari orang lain.

Hari ini bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaannya. Merdeka bagi suatu bangsa adalah bebas memilih untuk berdiri memilih untuk berjalan atau berlari. Atas kehendak sendiri bukan atas kehendak bangsa lain.

Kita adalah bangsa Indonesia yang sudah 70 tahun merdeka. KITA merdeka untuk menulis, tulisan apakah yang sudah kamu tulis? Merdeka untuk bicara, suara apakah yang kamu serukan? Merdeka untuk bertindak, apa yang sudah kamu lakukan? Merdeka untuk mengajar apa yang sudah kamu ajarkan? Merdeka untuk bersikap, sikap apa yang sudah kamu tunjukkan?

Merdeka itu bebas, bebas dari apa? Bebas ngapain?
Tentu semua setuju karena di dalam Bangsa YANG MERDEKA banyak pribadi yang merdeka di dalamnya. Lalu bebas seperti apa yang Anda maksudkan? Tidakkah di dalam kemerdekaan itu justru ada ikatan untuk tidak berbuat yang melanggar kemerdekaan yang lain? Jadi, apakah masih relevan jika merdeka itu bebas? Ya, bebas! Jika usahamu menghasilkan sesuatu yang dapat kamu nikmati setara dengan usahamu, sesungguhnya esensi kemerdekaan itu masih ada padamu.

Oleh karenanya berjuanglah terus, bekerjalah lebih keras. Saya tidak mau berdebat soal kerja smart dan kerja keras. Keduanya sejalan dan dalam pekerjaan yang sungguh-sungguh kedua unsur itu mudah ditemukan. Kerja lebih keras bukan berarti tanpa melibatkan akal budi. Yang saya mau tekankan, buanglah kemalasan. Kemalasan hanya membuat kita tambah miskin!

Merdeka itu bebas? Ya, bebas! Bebas melakukan apa saja. Tetapi harus Menundukkan Ego, Rasa Dan Emosi Kepada A. Apa itu “A” ? A itu adalah Aturan, Akidah, Amanah, ALLAH dan kitabNya. Selama hal ini tidak dilanggar, keberhasilan akan kita raih cepat atau sedikit lebih lambat pasti akan tercapai. Selama nilai itu tidak dilanggar apa saja yang muncul dalam hatimu dan pikiranmu lakukanlah, di sanalah makna dan esensi kemerdekaan yang sejati. Kemiskinan tidak akan menghampiri lagi, atau setidaknya jikalau masih miskin tidak pernah bertanya lagi kenapa masih miskin, karena sudah tahu jawabnya. Merdeka, kamu sudah merdeka maka berdirilah, berlarilah.

Raihlah cita-citamu, bangsa ini menantikanmu. Merdeka!