Hari itu, 28 Januari 2020. Hari masih sangat pagi jeang Subuh, sekitar setengah empat. Saya sedang terjaga, tiba-tiba terdengar suara perabot keramik pecah. Saya mengingat-ingat perabot apa saja di dapur yang mungkin menimbulkan bunyi seperti itu.

“Bunyi apa itu,” tanya istri saya.
“Apa iya?” gumamku. “Gak ada barang pecah belah di meja dapur, maupun cucian piring,” sahutku sembari mengingat-ingat barang yang mungkin terjatuh.

Tidak ada piring beling ataupun dari bahan keramik yang rentan terjatuh ke lantai dan pecah seingat saya. Dari bunyi yang ditimbulkan, pastilah ada perabot yang terjatuh. Karena tidak mendapat gambaran perabot apa yang pecah, saya segera keluar kamar tidur menuju dapur. Saya juga sudah siap-siap kalau-kalau, seandainya ada makhluk “asing” berniat tidak baik masuk ke rumah (dapur)

Saya menyalakan lampu, dan apa yang saya lihat?

“Waduh!” seru saya terkejut.

Tampak oleh saya, perabot-perabot dan barang-barang yang terbuat dari keramik, gelas dan mika berhamburan terpapar di atas lantai. Hampir semua telah pecah berantakan. Sebelumnya semua barang-barang itu ada di dalam kitchen set, lemari dapur. Kini semua pecah berantakan, keluar berhamburan dari dalam kitchen set mendahului melombat karena rumahnya telah miring karena kitchen set lepas dari tembok.

Kitchen set lepas, perabot jatuh bebas pecah

Suasana agak menegangkan, karena isi kitchen set 1/3 sudah keluar. Satu pintu terbuka penuh dan hampir seluruhnya sudah sepakat bermigrasi dan bertansformasi, terbang ke lantai dan membentuk wujud baru, beling. Pintu kedua sudah terbuka dan isinya sebagian sudah mengikuti rombongan pengisi pintu pertama, namun gaya gesek benda-benda di sini agak besar karena sebagian besar masih terkemas dalam wadah kemasan. Kitchen set masih menggantung tertopang oleh pembatas cucian piring dan kulkas. Kami kuatir sedikit gerakan menyentuh akan membuat keseluruhan kitchen set akan terlepas, jatuh bebas menubruk lantai. Saya berpikir keras, bagaimana caranya agar kitchen set tidak terjatuh atau setidaknya jika jatuh bebas ada yang menahannya …

Saya naik ke lantai atas mengambil tangga, tangga ini bisa dilipat-lipat dan saya berharap bisa menopang jika kitchen set berusaha untuk jatuh juga, namun tidak ada media yang cocok untuk menopangnya.

“Coba panggil satpam, Pi.” istriku memberi saran.
“Sebentar, belom tahu nanti mereka juga ke sini ngapain.” sahutku sambil berpikir dan mencari-cari benda apa yang bisa dibuat untuk mengganjal, menjaga kitchen set tidak terjun menyusul barang-barang yang telah mendahuluinya. Galon, tidak. Karung berisi beras, kurang banyak. Ember, kurang kuat. Kursi, tidak stabil. Meja, kurang kuat dan kurang tinggi. Dongkrak, kurang tinggi. Apa, iya.. apa, iya… Tidak ada satu pun…

Istri saya mencoba menghubungi tukang pembuat kitchen set, hasilnya nihil. Kemudian mencoba bertanya kepada tetangga yang dahulu memesan perbaikan perabotnya kepada tukang yang sama. Dari ujung telepon dia menyahut bahwa nomornya tidak lagi disimpan. Jam sudah menunjukkan kira-kira pukul 4.

“Ya, Eda. Panggil satpam saja dulu,” sarannya dari ujung telepon.

Setelah mengamat-amati lebih dalam dan karena ketegangan sedikit mulai sirna, kucoba mengambil satu-satu barang-barang yang masih tinggal. Estafet, satu demi satu kami keluarkan dari pintu pertama dan kedua. Pintu ketiga sama sekali tidak bisa dibuka ujung pintunga terjepit oleh dinding kulkas, sekaligus meninggakan luka lecet di body-nya.

Melihat pintunya terjepit, tertahan oleh kulkas, dan kulihat kulkas juga sudah menempel rapat dengan tembok, menambah keyakinan akan kitchen set tak akan jatuh bebas. Mulailah membereskan barang-barang pecah di lantai. Setelah beling-beling dikumpulkan dalam karung.

Saya melangkahkan kaki menuju pos satpam, sambil berpikir siapa lagi yang harus saya mintakan pertolongan untuk mengakat kitchen set dari posisinya sekarang. Security ada 2 orang, tidak elok jika saya minta keduanya datang membantu. Bisa muncul kasus yang lain jikalau seandainya ada kejadian di kompeks dan dalam waktu yang sama satpam tidak ada di tempat. Atau setidaknya, warga bisa komplain karena tidak ada yang menjaga pintu gerbang, membuka dan menutupnya sewaktu ada warga atau siapapun yang keluar masuk. Jadi satpam hanya bisa diminta bantuan 1 orang.

Saya berkata kepada Satpam, “Siapa iya, yang bisa bantu kita, tukang di samping rumah, gak tega saya banguninnya.” sahut saya ketika kami sudah sampai di depan rumah.

Tukangnya pulas sekali tidurnya, namun satpam yang bersama saya mendekat.
Pak Satpam berkata, “Bos, ini ada warga mau minta tolong.”
“Oh, iya.” sahutnya.

Saya jelaskan kepadanya apa yang barusan terjadi. Beberapa hari yang lalu sudah beberapa kali bercakap-cakap dengan dia dan tampaknya dia tidak keberatan dibangunin.

Kami bertiga mengangkat kitchen set yang tergantung, dibawa keluar, ke garasi. Di sanalah dia menunggu sampai perbaikan dilakukan…