Natal 25 Desember, Mengapa harus dipersoalkan?
Minoritas kecil gereja di Indonesia ada yang mempersoalkan ketepatan 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Gerakan semacam itu hanya membuang-buang energi dan kontra produktif dengan tantangan besar yang harus dihadapi gereja ke depan. Gerakan semacam ini malahan hanya akan memecah belah gereja, seperti juga gerakan anti ‘istilah Allah’ yang marak di kalangan kaum awam beberapa waktu lalu.
Demikian menurut Bambang Noersena, SH, MA. Ia menyatakan gerakan-gerakan semacam ini biasanya muncul dari kaum fundamentalis kristen yang memang subur di Amerika, yang membaca Alkitab secara harfiah dan karena itu meremehkan konstekstalisasi.
Karena itu, gerakan model-model begini tidak perlu serius ditanggapi. Kalau kita menanggapi mereka, justru akan jadi ‘kampanye gratis’ menyebarkan gagasan-gagasan mereka, yang biasanya anti konstekstualisasi, bahkan acap kali bersifat ahistoris. Tulisan ini hanya akan mengangkat tema kontekstualisasi, khususnya berkaitan dengan perayaan Natal.
Bukan Penetapan Natal Pertama
Menurut banyak data dari gereja Barat yang keliru mencatat, bahwa Konstantinus yang pertama merayakan Natal. “Kelahiran Yesus tidak pernah dirayakan sampai tahun 336’, kata mereka.Itupun harus dikait-kaitkan dengan kelahiran ‘Dewa Matahari yang tak terkalahkan’ (Natalis Solis Invicti). Data gereja Barat ini harus di koreksi, karena memang Gereja Katolik Roma bukanlah yang pertama menetapkan perayaan Natal.Gereja Katolik hanya meneruskan perayaan itu dari Gereja Timur, khususnya Gereja Ortodoks Koptik.Dokumen gereja pertama kali yang mencatat penetapan tanggal kelahiran ‘Isa Almasih adalah The Coptic Disdacalia Apostolorum’ (Arab: al-Dustur ar-Rasuliyah) yang berbunyi: ‘Saudara-saudara, peliharalah perayaan untuk kelahiranNya (Natal) pada tanggal 25 bulan ke-9 Ibrani, yaitu tanggal 29 bulan ke-4 Mesir’.
Perlu di catat pula, bahwa penetapan pertama hari-hari raya gereja, termasuk di dalamnya perayaan Natal, pertama kalinya secara akurat di hitung di Mesir.Seorang astronom gereja Koptik, bernama Batlimous, pada akhir abad II M melakukan perhitungan secara cermat atas perintah Pope Dimitri (Pope Demetrius), Patriarkh Iskandariyah dari tahun 199 s/d 232M.Penanggalan Mesir dihitung berdasarkan penampakan bintang Siriuz, yang akhir-akhir ini diakui oleh UNESCO sebagai kalendar yang paling akurat dibandingkan dengan sistem penanggalan manapun yang pernah di buat.
Jadi penetapan perayaan Natal mula-mula jatuh pada tanggal 29 bulan Khiahk. Di wilayah kekaisaran Roma pada waktu itu berlaku kalendar Julian.
Kalendar Julian ini ditetapkan oleh Julius Caesar tahun 46 sebelum M, yang didasarkan atas peredaran matahari, Hitungannya 700 tahun dari berdirinya kota Roma.Memang, sangat sulit memastikan kapan secara persis Yesus dilahirkan. Sebab disamping mengenai tanggal kelahiran Yesus itu tidak ditetapkan para zaman rasul-rasul, juga banyaknya sistem penanggalan pada zaman itu, sangat menyulitkan.
Pada zaman Perjanjian Baru sendiri, orang Parisi (dan Yahudi arus utama) mengikuti kalendar Qamariah (peredaran bulan), tetapi kaum Eseni di Qumran memakai kalendar Syamsiah (peredaran matahari).Tidak ada data sejarah dari abad pertama gereja mula-mula merayakan Natal, sebab perayaan Natal memang hasil kontekstualisasi Injil, ketika Injil masuk dalam budaya non-Yahudi.
Jadi, upaya menghitung-hitung Natal berdasarkan Alkitab tidak mendapat dukungan data sejarah gereja purba manapun. Nah, ketika gereja mulai tersebar di Antiokhia, Alexandria dan kemudian Roma dan Konstantinopel, perayaan Natal itu ditetapkan.Tetapi bukan Roma yang pertama menetapkan, seperti selama ini dianggap orang. Karena di Barat gereja yang paling kuno adalah Katholik, sementara gereja-gereja Timur tidak pernah dikenal di sana, akhirnya muncul kesimpulan semacam itu.
Penanggalan gereja yang selama ini dikenal juga hanya penanggalan Barat versi Gregorian, padahal versi Gregorian ini merupakan adaptasi Roma dari penanggalan Julian yang dipakai di gereja Yunani Ortodoks.
Baik penanggalan Julian maupun Gregorian sama-sama berdasarkan peredaran matahari (syamsiah). Dalam perayaan-perayaan gerejawi, penanggalan gereja Ortodoks Yunani (Roma Barat) yang akhirnya diikuti gereja-gereja Protestan, ternyata mengambil alih dari Gereja Ortodoks Koptik yang didasarkan atas peredaran bintang (kawakibiah).Jadi, sejak zaman Perjanjian Baru hingga sekarang, gereja mengenal penanggalan bulan (Qamariyah), 3 versi kalender matahari (Syamsiah) yaitu Qumran, Julian dan Gregorian, dari kalendar bintang (Kawakibiah). Dari penetapan mula-mula berdasarkan kalendar bintang di Mesir, tanggal 29 bulan Khiahk, kemudian diambil alih kalendar Julian yang kini jatuh tanggal 7 Januari dan disesuaikan lagi dengan kalendar Gregorian yang kini jatuh tanggal 25 Desember. Sementara itu, berdasarkan penanggalan Armenia, Gereja Ortodoks Armenia kini merayakannya setiap tanggal 19 Januari. Perbedaan-perbedaan ini, di gereja-gereja Timur Tengah bisa diselesaikan dengan baik dalam semangat Oikumenis.
Misalnya, di Mesir Gereja Katolik dan gereja-gereja Protestan mengikuti kalendar Julian 7 Januari, sedangkan di Yerusalem, gereja Ortodoks Syria mengikuti kalendar Gregorian, 25 Desember. Mengapa di Indonesia kita harus membuat masalah baru?
Sumber: Tabloid Gloria Edisi 374, Minggu ke IV Oktober 2007